SISDIKNAS
Sistem Pendidikan
Nasional
|
- Pengantar
- Bab I Ketentuan Umum
- Bab II Dasar, Fungsi, dan Tujuan
- Bab III Hak Warga Negara untuk Memperoleh Pendidikan
- Bab IV Satuan, Jalur, dan Jenis Pendidikan
- Bab V Jenjang Pendidikan
- Bab VI Peserta Didik
- Bab VII Tenaga Kependidikan
- Bab VIII Sumber Biaya Pendidikan
- Bab IX Kurikulum
- Bab X Hari Belajar dan Libur Sekolah
- Bab XI Bahasa Pengantar
- Bab XII Penilaian
- Bab XIII Peranserta Masyarakat
- Bab XIV Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
- Bab XV Pengelolaan
- Bab XVI Pengawasan
- Bab XVII Ketentuan Lain-lain
- Bab XVIII Ketentuan Pidana
- Bab XIX Ketentuan Peralihan
- Bab XX Ketentuan Penutup
Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan melalui
undang-undang berupa Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 dan
ditetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang ;
2. Pendidikan
nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang
berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 ;
3. Sistem
pendidikkan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan
kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan nasional ;
4. Jenis
pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan
kekhususan tujuannya;
5. Jenjang
pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditempatkan
berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan
kedalaman bahan pengajaran;
6. Peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu;
7. Tenaga
kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam
penyelenggaraan pendidikan;
8. Tenaga
pendidikan adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar
dan/atau melatih peserta didik;
9. Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta
cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar;
10. Sumber daya
pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud
sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan
didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan Pemerintah, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
11. Warga negara
adalah warga negara Republik Indonesia;
12. Menteri adalah
Menteri yang bertanggung jawab atas bidang pendidikan nasional.
Pasal 2
Pendidikan
Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Pendidikan
Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional.
Pasal 4
Pendidikan
Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan
, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Bab III. Hak Warga Negara untuk
Memperoleh Pendidikan
Pasal 5
Setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk nemperoleh pendidikan.
Pasal 6
Setiap warga
negara berhak atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan
agar memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang
sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan tamatan
pendidikan dasar.
Pasal 7
Penerimaan
seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan
dengan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat
kemampuan ekonomi, dan dengan tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan
yang bersangkutan.
Pasal 8
1. Warga negara
yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh pendidikan luar
biasa.
2. Warga negara
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian
khusus.
3. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1. Satuan
pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di
sekolah atau di luar sekolah.
2. Satuan
pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang
berjenjang dan bersinambungan.
3. Satuan
pendidikan luar sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan satuan
pendidikan sejenis.
Pasal 10
1. Penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur yaitu jalur pendidikan sekolah
dan jalur pendidikan luar sekolah.
2. Jalur
pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan.
3. Jalur
pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar
sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar yang tidak harus berjenjang dan
bersinambungan.
4. Pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai
budaya, nilai moral, dan keterampilan.
5. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang tidak menyangkut ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
1. Jenis
pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
2. Pendidikan umum
merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan
keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-
tingkat akhir masa pendidikan.
3. Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
bekerja dalam bidang tertentu.
4. Pendidikan luar
biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang
menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
5. Pendidikan
kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam
pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Depatemen
Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
6. Pendidikan
keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran
agama yang bersangkutan.
7. Pendidikan
akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu
pengetahuan.
8. Pendidikan
profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan
penerapan keahlian tertentu.
9. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (8) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesatu Umum
Pasal 12
1. Jenjang
pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
2. Selain jenjang
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan
prasekolah.
3. Syarat-syarat
dan tata cara pendirian serta bentuk satuan, lama pendidikan, dan
penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendidikan Dasar
Pasal 13
1. Pendidikan
dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat
serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti
pendidikan menengah.
2. Syarat-syarat
dan tata cara pendirian, bentuk satuan, lama pendidikan dasar, dan
penyelenggaraan pendidikan dasar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Warga negara
yang berumur 6 (enam) tahun berhak mengikuti pendidikan dasar.
2. Warga negara
yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau
pendidikan yang setara sampai tamat.
3. Pelaksanaan
wajib belajar ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pendidikan Menengah
Pasal 15
1. Pendidikan
menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja
atau pendidikan tinggi.
2. Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar
biasa, pendidikan kedinasan, dan pendidikan keagamaan.
3. Lulusan
pendidikan menengah yang memenuhi persyaratan berhak melanjutkan pendidikan
pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pendidikan Tinggi
Pasal 16
1. Pendidikan
tinggi merupakan kelanjutkan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyakarat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
2. Satuan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi
yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.
3. Akademi
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu
cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian
tertentu.
4. Politeknik
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah
bidang pengetahuan khusus.
5. Sekolah tinggi
merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau
profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
6. Institut
merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan
pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang
sejenis.
7. Unversitas
merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang
menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin
ilmu tertentu.
8. Syarat-syarat
dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan
pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Pendidikan
tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Sekolah tinggi,
institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau
profesional.
3. Akademi dan
politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1. Pada perguruan
tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2. Gelar sarjana
hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3. Gelar magister
dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang
memenuhi persyaratan.
4. Sebutan
profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan profesional.
5. Institut dan
universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor
kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu
memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6. Jenis gelar dan
sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1. Gelar dan/atau
sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan
perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang
bersangkutan.
2. Penggunaan
gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk
yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk
singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan
gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan
tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh
dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk
singkatan.
Pasal 21
1. Pada
universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau
profesor.
2. Pengangkatan
guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan
prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
3. Syarat-syarat
dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
1. Dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan
tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi
keilmuan.
2. Perguruan
tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat
penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
3. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
1. Pendidikan
nasional bersifat terbuka dan memberikan keleluasaan gerak kepada peserta
didik.
2. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
Setiap peserta
didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:
1. mendapat
perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
2. mengikuti
program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik
untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat
pendidikan tertentu yang telah dibakukan;
3. mendapat
bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan
persyaratan yang berlaku;
4. pindah ke
satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan
persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak
dimasuki;
5. memperoleh
penilaian hasil belajarnya;
6. menyelesaikan
program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan;
7. mendapat
pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
1. Setiap peserta
didik berkewajiban untuk
1. ikut menanggung
biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan
dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. mematuhi semua
peraturan yang berlaku;
3. menghormati
tenaga kependidikan;
4. ikut memelihara
sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 26
Peserta didik
berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar pada setiap
saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan
masing- masing.
Pasal 27
1. Tenaga
kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,
mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang
pendidikan.
2. Tenaga
kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik,
pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran,
dan teknisi sumber belajar.
3. Tenaga pengajar
merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan
tinggi disebut dosen.
Pasal 28
1. Penyelenggaraan
kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat
dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat
diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan
melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
4. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1. Untuk
kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara
Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.
2. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 30
Setiap tenaga
kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak- hak
berikut:
1. memperoleh
penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a. tenaga
kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan
tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b. Pemerintah
dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan
tenaga kependidikan tertentu;
c. tenaga
kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung
jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan;
2. memperoleh
pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
3. memperoleh
perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya;
4. memperoleh
penghargaan seuai dengan darma baktinya;
5. menggunakan
sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga
kependidikan berkewajiban untuk :
1. membina
loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
2. menjunjung
tinggi kebudayaan bangsa;
3. melaksanakan
tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;
4. meningkatkan
kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pembangunan bangsa;
5. menjaga nama
baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pasal 32
1. Kedudukan dan
penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan
prestasinya.
2. Pembinaan dan
pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
3. Pembinaan dan
pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 33
Pengadaan dan
pendayagunaan sumber daya pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat,
dan/atau keluarga peserta didik.
Pasal 34
1. Buku pelajaran
yang digunakan dalam pendidikan jalur pendidikan sekolah disusun berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah.
2. Buku pelajaran
dapat diterbitkan oleh Pemerintah ataupun swasta.
Pasal 35
Setiap satuan
pendidikan jalur pendidikan sekolah baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah
maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar.
Pasal 36
1. Biaya
penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2. Biaya
penyelenggaraan kegiatan pendidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat menjadi tanggung jawab badan/perorangan yang menyelenggarakan
satuan pendidikan.
3. Pemerintah
dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pasal 37
Kurikulum
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1. Pelaksanaan
kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang
berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta
kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum yang
berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan
Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1. Isi kurikulum
merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
2. Isi kurikulum
setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :
a. pendidikan
Pancasila;
b. pendidikan
agama;
c. pendidikan
kewarganegaraan.
3. Isi kurikulum
pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang :
a. pendidikan
Pancasila;
b. pendidikan
agama;
c. pendidikan
kewarganegaraan;
d. bahasa
Indonesia;
e. membaca dan
menulis;
f. matematika
(termasuk berhitung);
g. pengantar sains
dan teknologi;
h. ilmu bumi;
i.
sejarah nasional dan sejarah umum;
j.
kerajinan tangan dan kesenian;
k. pendidikan
jasmani dan kesehatan;
l.
menggambar; serta
m. bahasa Inggris.
4. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 40
1. Jumlah
sekurang-kurangnya hari belajar dalam 1 (satu) tahun untuk setiap satuan
pendidikan diatur oleh Menteri.
2. Hari-hari libur
untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh
Menteri dengan mengingat ketentuan hari raya nasional, kepentingan agama, dan
faktor musim.
3. Satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat mengatur hari-hari
liburnya sendiri dengan mengingat ketentuan yang dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
Pasal 41
Bahasa pengantar dalam pendidikan nasional adalah
bahasa Indonesia.
Pasal 42
1.
Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
dalam tahap awal pendidikan dan sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan
dan/atau keterampilan tertentu.
2.
Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar
sejauh diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan
tertentu.
Pasal 43
Terhadap
kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian.
Pasal 44
Pemerintah
dapat menyelenggarakan penilaian hasil belajar suatu jenis dan/atau jenjang
pendidikan secara nasional.
Pasal 45
Secara berkala
dan berkelanjutan Pemerintah melakukan penilaian terhadap kurikulum serta
sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
keadaan.
Pasal 46
1. Dalam rangka
pembinaan satuan pendidikan, Pemerintah melakukan penilaian setiap satuan
pendidikan secara berkala.
2. Hasil penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan secara terbuka.
Pasal 47
1. Masyarakat
sebagai mitra Pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
2. Ciri khas
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
3. Syarat-syarat
dan tata cara dalam penyelenggaraan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 48
1.
Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan
Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui
suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh
masyarakat dan yang menyampaikan saran, dan pemikiran lain sebagai bahan
pertimbangan.
2.
Pembentukan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional dan
pengangkatan anggota-anggotanya dilakukan oleh Presiden.
Pasal 49
Pengelolaan
sistem pendidikan nasional adalah tanggung jawab Menteri.
Pasal 50
Pengelolaan
satuan dan kegiatan pendidikan yang dislenggarakan oleh Pemerintah dilakukan
oleh Menteri dan Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah lain yang
menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 51
Pengelolaan
satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan
oleh badan/perorangan yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
Pasal 52
Pemerintah
melakukan pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah ataupun oleh masyarakat dalam rangka pembinaan perkembangan satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 53
Menteri
berwenang mengambil tindakan administratif terhadap penyelenggara satuan
pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Pasal 54
1. Satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia di luar
negeri khusus bagi peserta didik warga negara adalah bagian dari sistem
pendidikan nasional.
2. Satuan
pendidikan yang diselenggarakan di wilayah Republik Indonesia oleh perwakilan
negara asing khusus bagi peserta didik warga negara asing tidak termasuk sistem
pendidikan nasional.
3. Peserta didik
warga negara asing yang mengikuti pendidikan di satuan pendidikan yang
merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional wajib menaati ketentuan-ketentuan
yang berlaku bagi dan dari satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Kegiatan
pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka kerja sama internasional atau yang
diselenggarakan oleh pihak asing di wilayah Republik Indonesia dilakukan sesuai
dengan ketentuan undang-undang ini dan sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional.
5. Pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 55
1.
Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 18 (delapan belas) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya
Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah kejahatan.
Pasal 56
1.
Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 29 ayat (1) dipidana
kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah pelanggaran.
Pasal 57
1. Semua peraturan
perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran
Negara Tahun 1950 Nomor 550),
2. Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun
1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan
Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
3. dan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara
Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
4. Undang-undang
Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang
Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965
Nomor 81) yang ada pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan undang-undang
ini.
Bab XX. Ketentuan Penutup
Pasal 58
Pada saat mulai
berlakunya undang-undang ini,
- Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550),
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1960 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550),
- dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361),
- Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80) dan Undang-undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 59
Undang-undang
ini mulai berlaku pada tanggal diumumkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Komentar
Posting Komentar